Friday, February 15, 2019

Yuk Intip Beginilah Gus Dur Autokritik di Depan 200 Pastor

Kegelisahan terpancar di lebih dari 200 pastor kala tunggu kehadiran Abdurrahman Wahid alias Gus Dur serta rombongan, di Malang, Jawa Timur, pada Desember 1996. Lumrah saja ekspresi mereka resah, lantaran beberapa saat awal kalinya di Situbondo, 22 gereja serta bangunan keagamaan dirusak serta dibakar dalam kurun waktu satu hari. Banyak pastor itu datang dari beragam daerah di Jawa Tengah serta Jawa Timur. Mereka mengundang Gus Dur untuk bicara dalam seminar dalam sesuatu sekolah teologi. Sebenamya sekitar 400 orang yg mengharap ada, namun tempat pertemuan di sekolah teologi itu tidak sangat mungkin. Diatas tribune terdaftar, " Seminar Studium General " . Serta di bawahnya terdaftar kembali, " Bangun Persaudaraan Sejati " . Kala berubah menjadi pembicara di seminar itu, Gus Dur bicara tiada teks. Salah satunya ceramahnya saat itu dia mengerang orang beragama Islam cuma tahu dikit terkait bahasa Arab, namun terasa tahu seluruhnya. Pengetahuan agamanya semakin lebih baik banyak ulama dulu, namun mereka itu tidak senang menonjolkan diri.

Lihat Juga : pengertian teks anekdot
 " Orang Islam tak kan ingin memanfaatkan kata minggu, mereka pilih kata ahad. Namun,  saya ungkapkan terhadap Anda kita tidak akan tambah baik dalam ber-Islam meskipun kita pilih kata ahad bukan minggu, ” kata Gus Dur. Seperti rata-rata, ceramah Gus Dur penuh dengan lelucon. Ia memberikan lelucon kembali. " Kenyataannya, mungkin beberapa orang Nasrani berhenti saja pergi ke gereja pada hari Minggu, hingga ahad jadi lebih Islam kembali, " papar Gus Dur. Dengan ceramah yg penuh lelucon itu, ia sukses menangani ketegangan banyak pastor. Cerita Gus Dur itu ditulis oleh Andree Feillard, salah satunya penulis dalam buku berjudul " Hilang ingatan Gus Dur " . Buku itu diluncurkan oleh penerbit LKIS. Orator ulung Gus Dur ialah orator yg berpotensi. Ia dapat tak diduga memindah paparan yg kaya fakta-fakta yg dramatik ke anekdot yg penuh humor, dan selanjutnya kembali pada ikhtisar yg serius. Dia pintar bikin lelucon khususnya dalam bahasa Jawa. Ini seni yang disebut kepiawaiannya yg menonjol. Duduk diatas tribune, Gus Dur menambahkan ceramahnya terkait birokratisasi, otokrasi Soeharto, serta politisasi agama. Gus Dur kala itu memprotes cap halal yg dibutuhkan MUI pada produk makanan. Dia menanyakan mengapa kita dapat makan sejak dahulu tiada cap halal, saat ini kita menuntutnya. Lantas masalah tuntutan MUI biar tidak ada peringatan Saint Valentin, lantaran dirasa hari besar Nasrani. Sambil ketawa kecil, Gus Dur menanyakan terhadap banyak peserta seminar, ”Adakah di sini pastor yg rayakan hari Saint Valentin? "
Artikel Terkait : contoh teks anekdot singkat

 Lagi ceramah Gus Dur itu memancing ketawa. Hari Saint Valentin dalam warga khusus dipandang sebagai hari cinta yg rata-rata dirayakan oleh lelaki (suami atau pacar) dengan berikan bunga terhadap yg dicintainya. Hari itu sebetulnya tidak ada keterkaitannya dengan hari raya agama,  namun unsur komersialnya lebih menonjol. Dalam pemikirannya, Gus Dur tetap condong pada Islam yg lebih mengutamakan dimensi spiritual serta substansial ketimbang dimensi resmi serta ritual. Ia ziarah di kuburan orang tuanya atau banyak wali, namun ia tidak senang memaksakan pandangan serta ritual khusus terhadap orang yang lain. Dalam artian itu, ia dirasa menyerupai seperti Kiai Wahab Hasbullah yg tetap berpedoman pada jalan keluar lewat fiqh dibawah prinsip, " kenapa ambil fiqh yg berat bila ada hukum fiqh yg mudah " . (Baca : Kala Gus Dur Jadi " Gelandangan " di Ibu Kota) Gus Dur bahkan juga lebih jauh kembali, mengutamakan pada isi, serta kedalaman spirit, dibanding dengan tampilan yg berwujud kulit serta resmi yg dapat sembunyikan tindakan yg tidak miliki moral. Semangat pandangan Gus Dur yg begitu tidak sekedar mengesankan namun menemukannya titik temunya dengan pandangan banyak pastor di Malang itu. Lalu terlontar pertanyaan terhadap Gus Dur dalam seminar itu, " Bagaimana kita dapat kembali terhadap hari-hari persaudaraan, bebas dari manipulasi, bebas dari sama sama sangsi? " Gus Dur lantas menjawab, " Silakan diorganisir pertemuan pada banyak pastor dengan banyak ulama lokal. Acara itu lantas ditutup dengan doa serta banyak pastor mendoakan Gus Dur dengan cara pribadi " .

No comments:

Post a Comment